googlebd0982ee29f775e6.html

Showing posts with label Sejarah Negara Islam Indonesia. Show all posts
Showing posts with label Sejarah Negara Islam Indonesia. Show all posts

PROKLAMASI NEGARA ISLAM INDONESIA


P R O K L A M A S I
B E R D I R I N Y A
N E G A R A   I S L A M   I N D O N E S I A


Bismillahirrohmanirrohim

Asyhadu anlaa ilaaha illallah wa asyhadu anna Muhammadarrasuulullah



Kami Ummat Islam bangsa Indonesia menyatakan berdirinya :

N E G A R A   I S L A M   I N D O N E S I A

Maka hukum  yang berlaku atas Negara Islam Indonesia itu ialah :

H U K U M   I S L A M



Allahu Akbar ! Allahu Akbar ! Allahu Akbar !



 Atas nama Ummat Islam bangsa Indonesia

Imam Negara Islam Indonesia,

(Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo)

Madinah Indonesia, 12 Syawal  1368 H

7 Agustus 1949 M



10 PASAL PENJELASAN PROKLAMASI :


1)     Alhamdulillah, maka Allah  telah berkenan menganugerahkan kurnia-Nya yang maha besar atas Ummat  Islam bangsa Indonesia ialah Negara Kurnia Allah yang meliputi seluruh  Indonesia.

2)     Negara Kurnia Allah itu adalah Negara Islam Indonesia, atau dengan kata lain ad-Daulatul Islamiyyah, atau Darul  Islam, atau dengan singkatan yang sering di pakai orang DI, selanjutnya hanya di pakai satu istilah yang resmi,  yakni : Negara Islam Indonesia.

3)      Sejak bulan September 1945,  ketika turunnya Belanda di Indonesia, khusus di pulau Jawa, atau sebulan  setelah proklamasi berdirinya Negara Republik Indonesia, maka Revolusi  Nasional yang mulai menyala pada tanggal 17 Agustus 1945 itu merupakan  perang, sehingga sejak masa itu seluruh Indonesia dalam keadaan perang.

4)      Negara Islam Indonesia tumbuh  pada masa perang, di tengah-tengah Revolusi Nasional, yang pada akhirnya  setelah Naskah Renville dan Ummat Islam bangun serta bangkit melawan  keganasan penjajahan dan perbudakan yang dilakukan oleh Belanda, beralih  sifat dan wujudnya menjadi Revolusi Islam atau Perang Suci.


5)      Insya Allah, Perang Suci atau Revolusi Islam itu akan berjalan terus hingga :
Negara Islam Indonesia berdiri dengan sentausa dan tegak-teguhnya keluar dan ke dalam, 100 % de facto dan de yure di seluruh Indonesia;
Lenyapnya segala macam penjajahan dan perbudakan;
Terusirnya segala musuh Allah, musuh agama, dan musuh negara dari Indonesia;
Hukum-hukum Islam berlaku dengan sempurna di seluruh Negara Islam Indonesia.

6)      Selama itu Negara Islam Indonesia merupakan Negara Islam pada masa perang atau Darul Islam fii waqtil harbi.

7)       Maka segala hukum yang berlaku dalam masa itu di dalam lingkungan  Negara Islam Indonesia ialah hukum Islam di masa perang.

8)      Proklamasi ini disiarkan ke  seluruh dunia, karena Ummat Islam bangsa Indonesia berpendapat dan  berkeyakinan bahwa kini tibalah saatnya melakukan wajib suci, yang  serupa itu bagi menjaga keselamatan Negara Islam Indonesia  dan segenap  rakyatnya, serta bagi memelihara kesucian agama, terutama sekali bagi  mendlohirkan keadilan Allah di  dunia.

9)      Pada dewasa ini perjuangan  kemerdekaan Nasional yang diusahakan selama hampir bulan 4 (empat) tahun  itu, kandaslah sudah.

10)  Semoga Allah membenarkan proklamasi berdirinya Negara Islam Indonesia itu jua adanya.



KITAB UNDANG – UNDANG HUKUM PIDANA (Strafrecht) NEGARA ISLAM INDONESIA


Bismillahirrohmaanorhiim

Wa idza hakamtum bainannasi an tahkumu bil ‘ad li

Bismillaahirrohmaanirrohiim

TUNTUNAN NO. 1

Wa idza hakamtum bainannasi an tahkumu bil’adli

Artinya

Jika kamu menjatuhkan hukuman diantara manusia (masarakat), maka sesuaikanlah dengan hukuman yang adil.

Artinya adil itu, ialah hukum-hukum yang sesuai dengan Al-qur’an dan hadist shahih.

TUNTUNAN NO. II

Wa idza hakamtum bainannasi an tahkumu bil’adli

BAB I

Pasal 1

Negara Indonesia
Negara Indonesia adalah Negara Islam.
Negara Islam Indonesia pada waktu ini (tahun 1949,sampai…) ada dalam masa perang.
Segala hukum Negara pada waktu ini hendaklah disesuaikan dengan hukum Syariat Islam dalam masa perang.

Pasal 2

Hukum Islam dalam Masa Perang
Barang siapa tidak tunduk pada peraturan Pemerintah Negara Islam Indonesia adalah bughat.
Barang siapa telah kedatangan dakwah ( penerangan ) dari Pemerintah  Negara Islam Indonesia, kemudian ia baik ke sini, bagus ke sana, adalah  munafik.
Barang siapa yang mengaku menjadi Umat Islam,kemudian tidak menjalankan hukum-hukum syariat Islam, adalah fasik.
Barang siapa yang menjadi alat penjajah (musuh) baik yang menjadi  sipil, militer maupun hanya membantu saja (kecuali orang yang menjadi  infiltrasi dari kita ) seperti mata-mata, adalah musuh negara.
Di dalam masa perang dalam Negara Islam Indonesia, hanya ada dua golongan umat, ialah :
Umat (rakyat) Negara Islam ( Umat Muslimin )
Umat ( rakyat) penjajah ( Umat Kafirin )

Pasal 3

Penetapan Hukum
Barang siapa yang menjalankan yang tersebut dalam Bab I, pasal 2,  ayat 1, setelah dakwah ( penerapan, ajakan ) telah sampai kepada mereka,  dijatuhkan hukuman berat ( hukuman dibuang atau mati). Menurut  Al-qur’an surat An-Nisa ayat 58.
Barang siapa mengerjakan pertbuatan yang termaktub dalam Bab I,  pasal 2, ayat 2 dijatuhi hukuman berat ( mati ). Menurut Al-qur’an surat  Al-Mumtahanah ayat 1, dan surat At-Taubah ayat 73,surat AT-tahrim ayat  9.
Barang siapa yang menjalankan yang termaktub dalam Bab I, pasal 2  ,ayat 3, dijatuhi hukuman diperintah taubat ( disuruh menjalankan agama  yang sempurna ). Apabila ia tidak mau tunduk, dijatuhi hukuman : musuh  Islam .
Barang siapa mengerjakan pekerjaan tersebut dalam Bab I, pasal 2, ayat 4 hukumannya dibagi menjadi dua:

a. Orang yang membantu penjajah (musuh ) ,seperti Recomba atau sebagainya,  ia harus diperiksa apabila ia tidak menguntungkan kepada Negara Islam  Indonesia, hukumannya harus disuruh keluar dari pekerjaannya. Apabila ia  tak menguntungkan kepada Negara Islam Indonesia dan tak mau keluar dari  pekrjannya (tak mau meninggalkan pekerjaannya), ia dijatuhi hukuman :  menjadi musuh negara.

b. Orang yang menjadi mata-mata (militer penjajah ,musuh ), dijatuhi hukuman berat : dibunuh mati.Menurut surat An-nisa ayat 89.

HARI TERAKHIR KARTOSUWIRYO


Misteri terkait kematian pejuang Islam dan bangsa Imam DI/TII Sekarmadji Marijan Kartosoewiryo akhirnya terkuak. Setidaknya bagaimana proses eksekusi dan lokasi pekuburannya dapat masyarakat ketahui sekarang.
"Saya merasa terpanggil untuk membuka fakta sejarah ini, agar masyarakat dan mereka yang masih menganggap Pulau Onrust sebagai tempat dimakamkannya kartosoewiryo dapat mengetahui fakta sebenarnya,"Kata Fadli Zon mengawali peluncuran dan bedah buku 'Hari Terakhir Kartosoewirjo' yang ia tulis, di Taman Ismail Marzuki, Jakpus, Rabu (5/9).
Sejarawan Mohammad Iskandar menambahkan publikasi 81 foto hari-hari terakhir pemimpin Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, membuka pengetahuan baru. Foto-foto itu meluruskan kontroversi yang berkembang selama ini.


Imam Kartosoewirjo bersama istri setelah makan siang

Iskandar menceritakan, dirinya pernah bertemu dengan anak buah Kartosoewirjo. "Mereka bertanya karena banyak isu. Isunya kan nggak jelas, ada yang bilang ditembak dan tidak diperlakukan secara Islami," katanya.

Foto-Foto Eksekusi Imam Kartosuwiryo



















SAREKAT DAGANG ISLAM

Logo Sarekat Islam
Sarekat Islam (disingkat SI, sebelumnya disingkat SDI: Sarekat Dagang Islam) merupakan organisasi politik pertama di Indonesia pada awalnya adalah perkumpulan pedagang-pedagang Islam. Selanjutnya keadaan politik dan sosial mendukung SI menjadi organisasi yang tampil di perpolitikan, maka SDI berubah nama menjadi SI atau Sarekat Islam.



Sarekat Dagang Islam

Organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) pada awalnya merupakan perkumpulan pedagang-pedagang Islam. Organisasi ini dirintis oleh Haji Samanhudi di Surakarta pada tahun 1905, dengan tujuan awal untuk menghimpun para pedagang pribumi Muslim (khususnya pedagang batik) agar dapat bersaing dengan pedagang-pedagang besar Tionghoa. 

Pada saat itu, pedagang-pedagang keturunan Tionghoa tersebut telah lebih maju usahanya dan memiliki hak dan status yang lebih tinggi dari pada penduduk Hindia Belanda lainnya. Kebijakan yang sengaja diciptakan oleh pemerintah Hindia-Belanda tersebut kemudian menimbulkan perubahan sosial karena timbulnya kesadaran di antara kaum pribumi yang biasa disebut sebagai Inlanders.

SDI merupakan organisasi ekonomi yang berdasarkan pada agama Islam dan perekonomian rakyat sebagai dasar penggeraknya. Di bawah pimpinan H. Samanhudi, perkumpulan ini berkembang pesat hingga menjadi perkumpulan yang berpengaruh. R.M. Tirtoadisurjo pada tahun 1909 mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di Batavia. 
Pada tahun 1910, Tirtoadisuryo mendirikan lagi organisasi semacam itu di Buitenzorg. 

Demikian pula, di Surabaya H.O.S. Tjokroaminoto mendirikan organisasi serupa tahun 1912. Tjokroaminoto masuk SI bersama Hasan Ali Surati, seorang keturunan India, yang kelak kemudian memegang keuangan surat kabar SI, Oetusan Hindia. 
Tjokroaminoto kemudian dipilih menjadi pemimpin, dan mengubah nama SDI menjadi Sarekat Islam (SI). 

Pada tahun 1912, oleh pimpinannya yang baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto, nama SDI diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Hal ini dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti politik. Jika ditinjau dari anggaran dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah sebagai berikut:
  • Mengembangkan jiwa dagang.
  • Membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha.
  • Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat.
  • Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.
  • Hidup menurut perintah agama.

SI tidak membatasi keanggotaannya hanya untuk masyarakat Jawa dan Madura saja. Tujuan SI adalah membangun persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong di antara muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat. Keanggotaan SI terbuka untuk semua lapisan masyarakat muslim. 

Pada waktu SI mengajukan diri sebagai Badan Hukum, awalnya Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan Hukum hanya diberikan pada SI lokal. Walaupun dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya unsur politik, tapi dalam kegiatannya SI menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan menentang ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Artinya SI memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda.

Seiring dengan perubahan waktu, akhirnya SI pusat diberi pengakuan sebagai Badan Hukum pada bulan Maret tahun 1916. Setelah pemerintah memperbolehkan berdirinya partai politik, SI berubah menjadi partai politik dan mengirimkan wakilnya ke Volksraad tahun 1917, yaitu HOS Tjokroaminoto; sedangkan Abdoel Moeis yang juga tergabung dalam CSI menjadi anggota volksraad atas namanya sendiri berdasarkan ketokohan, dan bukan mewakili Central SI sebagaimana halnya HOS Tjokroaminoto yang menjadi tokoh terdepan dalam Centraal Sarekat Islam. 

Tapi Tjokroaminoto tidak bertahan lama di lembaga yang dibuat Pemerintah Hindia Belanda itu dan ia keluar dari Volksraad (semacam Dewan Rakyat), karena volksraad dipandangnya sebagai "Boneka Belanda" yang hanya mementingkan urusan penjajahan di Hindia ini dan tetap mengabaikan hak-hak kaum pribumi. HOS Tjokroaminoto ketika itu telah menyuarakan agar bangsa Hindia (Indonesia) diberi hak untuk mengatur urusan dirinya sendiri, yang hal ini ditolak oleh pihak Belanda.


Sarekat Islam

Potret bersama rapat Sarekat Islam di Kaliwungu
Pada tahun 1912, oleh pimpinannya yang baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto, nama SDI diubah menjadi Sarekat Islam (SI). 


Hal ini dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti politik. Jika ditinjau dari anggaran dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah sebagai berikut:
  • Mengembangkan jiwa dagang.
  • Membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha.
  • Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat.
  • Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.
  • Hidup menurut perintah agama.

SI tidak membatasi keanggotaannya hanya untuk masyarakat Jawa dan Madura saja. Tujuan SI adalah membangun persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong di antara muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat. Keanggotaan SI terbuka untuk semua lapisan masyarakat muslim.

Pada waktu SI mengajukan diri sebagai Badan Hukum, awalnya Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan Hukum hanya diberikan pada SI lokal. Walaupun dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya unsur politik, tapi dalam kegiatannya SI menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan menentang ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Artinya SI memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda.

Seiring dengan perubahan waktu, akhirnya SI pusat diberi pengakuan sebagai Badan Hukum pada bulan Maret tahun 1916. Setelah pemerintah memperbolehkan berdirinya partai politik, SI berubah menjadi partai politik dan mengirimkan wakilnya ke Volksraad tahun 1917.


Kongres-kongres awal

Kongres pertama diadakan pada bulan Januari 1913. Dalam kongres ini Tjokroaminoto menyatakan bahwa SI bukan merupakan organisasi politik, dan bertujuan untuk meningkatkan perdagangan antarbangsa Indonesia, membantu anggotanya yang mengalami kesulitan ekonomi serta mengembangkan kehidupan relijius dalam masyarakat Indonesia.
Kongres kedua diadakan pada bulan Oktober 1917.
Kongres ketiga diadakan pada tanggal 29 September hingga 6 Oktober 1918 di Surabaya. Dalam kongres ini Tjokroaminoto menyatakan jika Belanda tidak melakukan reformasi sosial berskala besar, SI akan melakukannya sendiri di luar parlemen.


Masuknya pengaruh komunisme

SI yang mengalami perkembangan pesat, kemudian mulai disusupi oleh paham sosialisme revolusioner. Paham ini disebarkan oleh H.J.F.M Sneevliet yang mendirikan organisasi ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging) pada tahun 1914. Pada mulanya ISDV sudah mencoba menyebarkan pengaruhnya, tetapi karena paham yang mereka anut tidak berakar di dalam masyarakat Indonesia melainkan diimpor dari Eropa oleh orang Belanda, sehingga usahanya kurang berhasil.

Sehingga mereka menggunakan taktik infiltrasi yang dikenal sebagai "Blok di dalam", mereka berhasil menyusup ke dalam tubuh SI oleh karena dengan tujuan yang sama yaitu membela rakyat kecil dan menentang kapitalisme namun dengan cara yang berbeda.

Dengan usaha yang baik, mereka berhasil memengaruhi tokoh-tokoh muda SI seperti Semaoen, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin Prawirodirdjo. Hal ini menyebabkan SI pecah menjadi "SI Putih" yang dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto dan "SI Merah" yang dipimpin Semaoen. SI merah berlandaskan asas sosialisme-komunisme.

Adapun faktor-faktor yang mempermudah infiltrasi ISDV ke dalam tubuh SI antar lain:
Centraal Sarekat Islam (CSI) sebagai badan koordinasi pusat memiliki kekuasaan yang lemah. Hal ini dikarenakan tiap cabang SI bertindak sendiri-sendiri. Pemimpin cabang memiliki pengaruh yang kuat untuk menentukan nasib cabangnya, dalam hal ini Semaoen adalah ketua SI Semarang.

Peraturan partai pada waktu itu memperbolehkan keanggotaan multipartai, mengingat pada mulanya organisasi seperti Boedi Oetomo dan SI merupakan organisasi non-politik. Semaoen juga memimpin ISDV (PKI) dan berhasil meningkatkan anggotanya dari 1700 orang pada tahun 1916 menjadi 20.000 orang pada tahun 1917 di sela-sela kesibukannya sebagai Ketua SI Semarang.

Akibat dari Perang Dunia I, hasil panen padi yang jelek mengakibatkan membumbungnya harga-harga dan menurunnya upah karyawan perkebunan untuk mengimbangi kas pemerintah kolonial mengakibatkan dengan mudahnya rakyat memihak pada ISDV.
Akibat kemiskinan yang semakin diderita rakyat semenjak Politik Pintu Terbuka (sistem liberal) dilaksanakan pemerintah kolonialis sejak tahun 1870 dan wabah pes yang melanda pada tahun 1917 di Semarang.

SI Putih (H. Agus Salim, Abdul Muis, Suryopranoto, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo) berhaluan kanan berpusat di kota Yogyakarta. Sedangkan SI Merah (Semaoen, Alimin, Darsono) berhaluan kiri berpusat di kota Semarang. Sedangkan HOS Tjokroaminoto pada mulanya adalah penengah di antara kedua kubu tersebut.

Jurang antara SI Merah dan SI Putih semakin melebar saat keluarnya pernyataan Komintern (Partai Komunis Internasional) yang menentang cita-cita Pan-Islamisme. Pada saat kongres SI Maret 1921 di Yogyakarta, H. Fachruddin, Wakil Ketua Muhammadiyah mengedarkan brosur yang menyatakan bahwa Pan-Islamisme tidak akan tercapai bila tetap bekerja sama dengan komunis karena keduanya memang bertentangan.

Di samping itu Agus Salim mengecam SI Semarang yang mendukung PKI. Darsono membalas kecaman tersebut dengan mengecam beleid (Belanda: kebijaksanaan) keuangan Tjokroaminoto. SI Semarang juga menentang pencampuran agama dan politik dalam SI. Oleh karena itu, Tjokroaminoto lebih condong ke SI haluan kanan (SI Putih).


Penegakan disiplin partai

Pecahnya SI terjadi setelah Semaoen dan Darsono dikeluarkan dari organisasi. Hal ini ada kaitannya dengan desakan Abdul Muis dan Agus Salim pada kongres SI yang keenam 6-10 Oktober 1921 tentang perlunya disiplin partai yang melarang keanggotaan rangkap.

Anggota SI harus memilih antara SI atau organisasi lain, dengan tujuan agar SI bersih dari unsur-unsur komunis. Hal ini dikhawatirkan oleh PKI sehingga Tan Malaka meminta pengecualian bagi PKI.

Namun usaha ini tidak berhasil karena disiplin partai diterima dengan mayoritas suara. Saat itu anggota-anggota PSI dari Muhammadiyah dan Persis pun turut pula dikeluarkan, karena disiplin partai tidak memperbolehkannya.

Keputusan mengenai disiplin partai diperkuat lagi dalam kongres SI pada bulan Februari 1923 di Madiun. Dalam kongres Tjokroaminoto memusatkan tentang peningkatan pendidikan kader SI dalam memperkuat organisasi dan pengubahan nama CSI menjadi Partai Sarekat Islam (PSI).

Pada kongres PKI bulan Maret 1923, PKI memutuskan untuk menggerakkan SI Merah untuk menandingi SI Putih. Pada tahun 1924, SI Merah berganti nama menjadi "Sarekat Rakyat".


Partai Sarekat Islam Indonesia

Pada kongres PSI tahun 1929 menyatakan bahwa tujuan perjuangan adalah mencapai kemerdekaan nasional. Karena tujuannya yang jelas itulah PSI ditambah namanya dengan Indonesia sehingga menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Pada tahun itu juga PSII menggabungkan diri dengan Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).

Akibat keragaman cara pandang di antara anggota partai, PSII pecah menjadi beberapa partai politik, di antaranya Partai Islam Indonesia dipimpin Sukiman, PSII Kartosuwiryo, PSII Abikusno, dan PSII sendiri. Perpecahan itu melemahkan PSII dalam perjuangannya. Pada Pemilu 1955 PSII menjadi peserta dan mendapatkan 8 (delapan) kursi parlemen.

Kemudian pada Pemilu 1971 di zaman Orde Baru, PSII di bawah kepemimpinan H. Anwar Tjokroaminoto kembali menjadi peserta bersama sembilan partai politik lainnya dan berhasil mendudukkan wakilnya di DPRRI sejumlah 12 (dua belas orang).

Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Sarekat_Islam#Sarekat_Dagang_Islam

GERAKAN DARUL ISLAM (DI/TII) NEGARA ISLAM INDONESIA

Bendera Negara Islam Indonesia
Negara Islam Indonesia (disingkat NII, juga dikenal dengan nama Darul Islam atau DI) yang artinya adalah "Rumah Islam" adalah gerakan politik yang diproklamasikan pada 7 Agustus 1949 (12 Syawal 1368 dalam kalender Hijriyah) oleh umat Islam bangsa Indonesia di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat.
Diproklamirkan saat Negara Pasundan buatan belanda mengangkat Raden Aria Adipati Wiranatakoesoema sebagai presiden.

Gerakan ini bertujuan menjadikan Republik Indonesia yang saat itu baru saja diproklamasikan kemerdekaannya dan ada pada masa perang dengan tentara Kerajaan Belanda sebagai negara dengan agama Islam sebagai dasar negara. Dalam proklamasinya bahwa "Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia itu adalah Hukum Islam", lebih jelas lagi dalam undang-undangnya dinyatakan bahwa "Negara berdasarkan Islam" dan "Hukum yang tertinggi adalah Al Quran dan Hadits". 

Proklamasi Negara Islam Indonesia dengan tegas menyatakan kewajiban negara untuk membuat undang-undang yang berlandaskan syari'at Islam, dan penolakan yang keras terhadap ideologi selain Alqur'an dan Hadits Shahih, yang mereka sebut dengan "hukum kafir", sesuai dalam Qur'aan Surah 5. Al-Maidah, ayat 50.

Dalam perkembangannya, DI menyebar hingga di beberapa wilayah, terutama Jawa Barat (berikut dengan daerah yang berbatasan di Jawa Tengah), Sulawesi Selatan, Aceh dan Kalimantan . Setelah Kartosoewirjo ditangkap TNI dan dieksekusi pada 1962, gerakan ini menjadi terpecah, namun tetap eksis secara diam-diam meskipun dianggap sebagai organisasi ilegal oleh pemerintah Indonesia.

Gerakan DI/TII Daud Beureueh

Pemberontakan DI/TII di Aceh dimulai dengan "Proklamasi" Daud Beureueh bahwa Aceh merupakan bagian "Negara Islam Indonesia" di bawah pimpinan Imam Kartosuwirjo pada tanggal 20 September 1953.
Daued Beureueh pernah memegang jabatan sebagai "Gubernur Militer Daerah Istimewa Aceh" sewaktu agresi militer pertama Belanda pada pertengahan tahun 1947. Sebagai Gubernur Militer ia berkuasa penuh atas pertahanan daerah Aceh dan menguasai seluruh aparat pemerintahan baik sipil maupun militer. Sebagai seorang tokoh ulama dan bekas Gubernur Militer, Daud Beureuh tidak sulit memperoleh pengikut. Daud Beureuh juga berhasil memengaruhi pejabat-pejabat Pemerintah Aceh, khususnya di daerah Pidie. Untuk beberapa waktu lamanya Daud Beureuh dan pengikut-pengikutnya dapat mengusai sebagian besar daerah Aceh termasuk sejumlah kota.

Sesudah bantuan datang dari Sumatera Utara dan Sumatera Tengah, operasi pemulihan keamanan ABRI ( TNI-POLRI ) segera dimulai. Setelah didesak dari kota-kota besar, Daud Beureuh meneruskan perlawanannya di hutan-hutan. Penyelesaian terakhir Pemberontakan Daud Beureuh ini dilakukan dengan suatu " Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh" pada bulan Desember 1962 atas prakarsa Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel Jendral Makarawong.


Gerakan DI/TII Ibnu Hadjar


Pada bulan Oktober 1950 DI/ TII juga tercatat melakukan pemberontakan di Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Ibnu Hadjar. Para pemberontak melakukan pengacauan dengan menyerang pos-pos kesatuan ABRI (TNI-POLRI). Dalam menghadapi gerombolan DI/TII tersebut pemerintah pada mulanya melakukan pendekatan kepada Ibnu Hadjar dengan diberi kesempatan untuk menyerah, dan akan diterima menjadi anggota ABRI. Ibnu Hadjar sempat menyerah, akan tetapi setelah menyerah dia kembali melarikan diri dan melakukan pemberontakan lagi sehingga pemerintah akhirnya menugaskan pasukan ABRI (TNI-POLRI) untuk menangkap Ibnu Hadjar. Pada akhir tahun 1959 Ibnu Hadjar beserta seluruh anggota gerombolannya tertangkap dan dihukum mati.


Gerakan DI/TII Amir Fatah


Amir Fatah merupakan tokoh yang membidani lahirnya DI/TII Jawa Tengah. Semula ia bersikap setia pada RI, namun kemudian sikapnya berubah dengan mendukung Gerakan DI/TII. Perubahan sikap tersebut disebabkan oleh beberapa alasan. 
Pertama, terdapat persamaan ideologi antara Amir Fatah dengan S.M. Kartosuwirjo, yaitu keduanya menjadi pendukung setia Ideologi Islam. 
Kedua, Amir Fatah dan para pendukungnya menganggap bahwa aparatur Pemerintah RI dan TNI yang bertugas di daerah Tegal-Brebes telah terpengaruh oleh "orang-orang Kiri", dan mengganggu perjuangan umat Islam. 
Ketiga, adanya pengaruh "orang-orang Kiri" tersebut, Pemerintah RI dan TNI tidak menghargai perjuangan Amir Fatah dan para pendukungnya selama itu di daerah Tegal-Brebes. Bahkan kekuasaan yang telah dibinanya sebelum Agresi Militer II, harus diserahkan kepada TNI di bawah Wongsoatmojo. Keempat, adanya perintah penangkapan dirinya oleh Mayor Wongsoatmojo. Hingga kini Amir Fatah dinilai sebagai pembelot baik oleh negara RI maupun umat muslim Indonesia.

Gerakan DI/TII Kahar Muzakkar


Pemerintah berencana membubarkan Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) dan anggotanya disalurkan ke masyarakat. Tenyata Kahar Muzakkar menuntut agar Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan dan kesatuan gerilya lainnya dimasukkan dalam satu brigade yang disebut Brigade Hasanuddin di bawah pimpinannya. Tuntutan itu ditolak karena banyak di antara mereka yang tidak memenuhi syarat untuk dinas militer. 

Pemerintah mengambil kebijaksanaan menyalurkan bekas gerilyawan itu ke Corps Tjadangan Nasional (CTN). Pada saat dilantik sebagai Pejabat Wakil Panglima Tentara dan Tetorium VII, Kahar Muzakkar beserta para pengikutnya melarikan diri ke hutan dengan membawa persenjataan lengkap dan mengadakan pengacauan. Kahar Muzakkar mengubah nama pasukannya menjadi Tentara Islam Indonesia dan menyatakan sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953. Tanggal 3 Februari 1965, Kahar Muzakkar tertembak mati oleh pasukan ABRI (TNI-POLRI) dalam sebuah baku tembak.

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Negara_Islam_Indonesia

SEJARAH NEGARA ISLAM INDONESIA


RINGKASAN CATATAN SEJARAH PEMERINTAHAN SIPIL NKA NII 



7-10 Februari 1948 

Masyumi Priangan melangsungkan musyawarah Ummat Islam di Pangwedusan (Priangan) dengan menghasilkan ketetapan:

1. Ummat Islam di Jawa sebelah Barat telah membulatkan tekad untuk terus melanjutkan perjuangan kemerdekaan Indonesia mengusir Belanda Penjajah berdasarkan Islam.

2. Membubarkan Masyumi di Jawa Barat dengan alasan:
    a) Masyumi adalah partai yang berdiri dibawah naungan RI yang mau - tidak mau dalam   segala sesuatunya harus mengikuti kedudukan RI.
    b) Dengan adanya naskah Renvile, maka RI tidak punya alasan lagi untuk mengadakan hubungan dengan Jawa Barat, karena Jawa Barat telah diserahkan oleh RI kepada pihak Belanda.

3. Membentuk Majelis Islam (MI) sebagai Lembaga Perjuangan.

4. Mengangkat Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo (SMK) sebagai Imam Islam yang memimpin Majelis  Islam tersebut.

KISAH PAHLAWAN INDONESIA SEJATI


Eramuslim.com | Media Islam Rujukan, Bismillahirrahmaanirrahiim.

Alhamdulillah, alhamdulillah, walhamdulillah. Allah Ta’ala memiliki banyak cara untuk membela hamba-Nya. Ketika manusia (seindonesia) berkonspirasi untuk menghancurkan nama baik dan kehormatan Al Ustadz Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo rahimahullah; maka Dia memiliki cara-Nya untuk memuliakan beliau. Melalui buku “Hari Terakhir Kartosoewirjo” yang ditulis oleh Fadli Zon; melalui pameran foto-foto seputar eksekusi beliau pada tahun 1962; melalui bedah buku dan seterusnya; alhamdulillah akhirnya terkuaklah banyak fakta sejarah yang selama ini disembunyikan.

Sebagian besar manusia (Muslim) di Indonesia selama ini berprasangka buruk terhadap sosok almarhum SM. Kartosoewirjo. Mereka melontarkan tuduhan-tuduhan tak berdasar. Alhamdulillah, dengan segala pertolongan Allah banyak sisi suram “cerita sejarah” itu yang harus dihapus, diganti kisah lain yang lebih benar dan tidak dusta. Tampaknya bangsa Indonesia harus menulis ulang ulasan sejarahnya seputar sosok SM. Kartosoewirjo dan gerakan Daarul Islam-nya.

PENDIRI INDONESIA

BAPAK POLITIK UMAT NUSANTARA

Oleh: Jemari Dewa
HADJI OEMAR SAID (HOS) Tjokroaminoto adalah pemimpin besar Sarekat Islam (SI) yang paling terkemuka. Sebagai seorang pejuang pergerakan yang memegang tampuk kepemimpinan Central Sarekat Islam (CSI), Tjokroaminoto sangat antipati terhadap semua bentuk penindasan dan ketidakadilan. Kebencian Pak Tjokro, sapaan akrabnya, terhadap kapitalisme itu diwujudkan dalam bentuk pernyataan dan perbuatan nyata, baik dalam kapasitasnya sebagai pejuang, pemimpin CSI, seniman, bahkan sebagai orang biasa sekalipun…
Tjokroaminoto adalah orang Indonesia pertama yang memerkenalkan paradigma nasionalisme dan tidak mengakui nama Hindia Belanda yang diberikan oleh Belanda untuk nusantara. Sebagai bangsa timur, Tjokroaminoto lebih bangga menyebut Indonesia dengan Hindia Timur atau Hindia. Ia adalah penggagas pemerintahan sendiri (zelfbestuur) untuk bangsa Indonesia.Lahir di Bakur, sebuah desa di Madiun, pada 16 Agustus 1882, Oemar Said Tjokroaminoto sejatinya menyandang gelar Raden Mas kendati ia tidak pernah menyertakan embel-embel kebangsawanan pada namanya. Ayahnya, RM Tjokroamiseno, adalah wedana alias asisten bupati. Sedangkan sang kakek, RM Adipati Tjokronegoro, pernah menjadi bupati Ponorogo. Neneknya juga seorang puteri agung Susuhunan II dari Kerajaan Surakarta. Begitu pula isterinya, Raden Ajeng Soeharsikin, yang berayahkan patih wakil bupati Ponorogo.Tjokroaminoto adalah alumni Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) di Magelang. Karena termasuk kaum bangsawan, Tjokro bisa mengenyam pendidikan di sekolah Belanda yang mencetak pegawai-pegawai pemerintah kolonial itu. Lulus dari OSVIA, pada 1902, Tjokroaminoto bekerja sebagai juru tulis di kesatuan pegawai administratif bumiputera di Ngawi.

Pada 1905 di Surabaya, Tjokroaminoto bekerja pada sebuah perusahaan dagang, sambil mengikuti kursus teknisi di sebuah sekolah malam. Setelah lulus, Tjokroaminoto bekerja di pabrik gula Rogojampi pada 1907. Mula-mula sebagai magang masinis, kemudian menjadi teknisi, hingga ia memantapkan diri untuk berkiprah di kepengurusan SI pada 1912. Tak lama berselang, Tjokroaminoto dipercaya memimpin SI cabang Surabaya. Inilah mula petualangan Tjokro di jagat pergerakan nasional.

Prestasi perdana Tjokroaminoto adalah ketika ia sukses menyelenggarakan vergadering SI pertama pada 13 Januari 1913 di Surabaya. Rapat besar itu dihadiri 15 cabang SI, tiga belas di antaranya mewakili 80.000 orang anggota. Kongres resmi perdana SI sendiri baru terlaksana pada 25 Maret 1913 di Surakarta di mana Tjokroaminoto terpilih menjadi wakil ketua CSI mendampingi Hadji Samanhoedi. Dalam posisi wakil ketua inilah Tjokro mulai menanamkan pengaruhnya.
Kongres SI ke-II di Yogyakarta pada 19-20 April 1914 melejitkan nama Tjokroaminoto sebagai Ketua CSI menggantikan Samanhoedi. Di tangan Tjokro, SI mewujud menjadi organisasi politik pertama terbesar di nusantara. Pada 1914, anggota resminya mencapai 400.000 orang, sedangkan tahun 1916 terhitung 860.000 orang. Tahun 1917 sempat menurun menjadi 825.000, pada 1918 bahkan merosot lebih drastis lagi hingga pada kisaran 450.000, namun setahun berikutnya, tahun 1919, keanggotaan SI melesat sampai 2.500.000 orang.
Ketertarikan berjuta-juta orang tersebut untuk berbondong-bondong masuk SI bukanlah tanpa alasan. Tjokroaminoto sangat jeli melihat setiap peluang. Dengan bandrol Islam, ditambah strategi politik rakyat nir kasta, SI dengan cepat mampu menarik hati untuk bergabung. Di setiap pertemuan anggota SI, semua duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi.
Perkembangan pesat SI lebih disebabkan citra Islam, yang menjadi magnet utama menarik massa. Apalagi SI adalah tempat berkumpulnya para tokoh Islam terkemuka, sebut saja KH Ahmad Dahlan, Agus Salim, AM Sangadji, Mohammad Roem, Fachrudin, Abdoel Moeis, Ahmad Sjadzili, Djojosoediro, Hisamzainie, dan lain-lainnya. Orang-orang besar inilah yang sangat dikagumi dan menjadi panutan bagi sekalian rakyat.

Tjokroaminoto pun sempat menghasilkan buku-buku Islam, juga menulis banyak artikel tentang materi keislaman. Meski Tjokro bukan seorang ahli agama yang benar-benar murni berkonsentrasi pada pemahaman ajaran Islam, tetapi Tjokroaminotolah yang menjadi Bapak Politik Umat Islam Indonesia. Ia adalah begawan muslim yang mengajarkan pendidikan politik kepada seluruh rakyat Indonesia.
Sejatinya, yang berperan dalam misi SI adalah para penggerak SI di tingkatan lokal. Mayoritas muslim di Jawa pada waktu itu adalah hasil perpaduan antara ajaran Islam dan Kejawen. Kepercayaan rakyat terhadap Tjokroaminoto kian kuat karena rakyat Jawa percaya akan datangnya juru selamat seperti ramalan Jayabaya. Ratu Adil itu bergelar Prabu Heru Tjokro, nama yang kebetulan nyaris mirip dengan nama Tjokroaminoto.
Tak pelak, keanggotaan SI terus melonjak di pelosok-pelosok daerah. Ketika sebuah cabang di suatu daerah sudah terbentuk, salah seorang tokoh SI akan diundang untuk memberikan pidato. Tokoh CSI yang paling ditunggu rakyat adalah Tjokroaminoto. Dalam setiap pertemuan itu, rakyat akan datang berduyun-duyun untuk melihat dan mendengar pemimpin mereka yang pemberani. Dengan kekuatan bicara dalam bingkai Islami, setiap petuah dan titah Tjokroaminoto menjadi daya penarik yang ampuh untuk memikat rakyat. Dengan cara yang demikian, Tjokroaminoto dengan sangat gemilang mampu menjadikan keanggotaan Sarekat Islam menjadi sangat besar.
Dalam memimpin, Tjokroaminoto banyak melakukan tindakan-tindakan yang seringkali membikin pemerintah Hindia Belanda berang. Antusiasme rakyat terhadap SI membuat kaum kolonialis khawatir akan timbulnya perlawanan massal di kelak kemudian hari. Di setiap kegiatan SI, massa yang datang pasti bejubel. Tjokro pernah pula memimpin aksi buruh, membuka ruang pengaduan untuk rakyat di rumah dan di kantornya, membela kepentingan kaum kromo lewat pidato dan tulisannya di media pergerakan, mengetuai dibentuknya komite Tentara Kandjeng Nabi Mohammad (TKNM) untuk memertahankan kehormatan Islam, serta memantik rasa kebangsaan Indonesia dengan menggencarkan gagasan soal pemerintahan sendiri untuk orang Indonesia atau zelfbestuur.

Ketakutan pemerintah kolonial terhadap sepak terjang Tjokroaminoto dan SI membuat mereka terpaksa merangkulnya untuk duduk sebagai anggota Volksraad atau Dewan Rakyat. Penunjukan Tjokro ini membuat beberapa golongan di internal SI, terutama dari SI Semarang yang dimotori Semaoen dan Darsono, menentang kebijakan ini. Mereka juga tidak sepakat dengan dukungan Tjokroaminoto terhadap rencana pembentukan milisi bumiputera.
Sebagai seorang pemimpin, wajar jika Tjokroaminoto punya banyak murid, di antaranya adalah Soekarno, Muso, Alimin, Kartosoewirjo, Buya Hamka, Abikoesno, dan banyak lagi. Para anak didik Pak Tjokro ini kelak akan menjelma sebagai pemimpin-pemimpin baru bangsa Indonesia.
Pak Tjokro juga seorang jurnalis. Ia pernah memimpin suratkabar Otoesan Hindia yang merupakan organ internal SI sekaligus sebagai pemilik usaha percetakan Setia Oesaha di Surabaya. Juga pernah terlibat dalam Bendera Islam bersama Agus Salim, Soekarno, Mr Sartono, Sjahbudin Latief, Mohammad Roem, AM Sangadji, serta aktivis Islam dan Nasionalis lainnya. Fadjar Asia pun terbit sebagai suratkabar pembela rakyat berkat kerja kerasnya bersama Agus Salim dan Kartosoewirjo. Tjokroaminoto pun piawai menulis buku, di antaranya adalah dua buku yang diberi judul Tarich Agama Islam serta Islam dan Sosialisme.
Tjokroaminoto menguasai bahasa Jawa, Belanda, Melayu, dan bahasa Inggris. Bahasa Jawa mengandung kelembutan dalam bentuk dan wujudnya, juga dalam pengucapannya. Namun, dalam kata-kata lembut itu termuat maksud dan isi yang tajam, serta seringkali berupa kiasan atau sindirian yang tak kalah menohok, dan itulah yang sering dilakukan Tjokro untuk “menghabisi” lawan bicaranya. Tjokro juga mulai belajar bahasa Inggris, meski hanya sendiri tanpa guru yang mengajari. Tjokroaminoto sempat menghasilkan pidato dan beberapa tulisan tangkas berbahasa Inggris. Ilmu bahasa universal itu sempat ia terapkan untuk menerjemahkan tafsir Al-Qur’an dalam bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia.
Pemikiran Tjokroaminoto selamanya akan menjadi acuan yang sangat bermanfaat. Tentang Islam, sosialisme, politik, pemerintahan sendiri, nasionalisme, kemerdekaan, anti feodalisme, anti kapitalisme, penyadaran kebangsaan, bahkan segala penjuru kehidupannya memuat guna yang tak sedikit bagi terbentuknya bangsa Indonesia sebagai bangsa yang utuh dan berdaulat penuh.
Memang, kepala Tjokroaminoto tidak pernah sempat merasakan teduh dan sejuknya di bawah naungan kibaran Sang Merah Putih. Tjokro tidak mampu mencapai daratan kemerdekaan. Pak Tjokro keburu tutup mata pada 1934, sebelas tahun sebelum Indonesia yang dibentuknya merdeka. Jasad Pak Tjokro dikebumikan di pemakaman Pakuncen, Yogyakarta. (ISNR)

Sumber: 
https://tjokroaminoto.wordpress.com/2008/03/21/bapak-politik-umat-nusantara/#comment-192

AMANAT COKROAMINOTO


TJOKROAMINOTO DAN PENDIDIKAN: Moeslim Nationaal Onderwijs


Oleh: Dala Mukti

“…………..Anak-anakku semuanya, kalau kamu sudah dapat pendidikan Islam dan kalau kamu sudah sama dewasa, ditakdirkan Allah SWT yang maha luhur, kamu dijadikan orang tani, tentu kamu bisa mengerjakan pertanian secara Islam; kalau kamu ditakdirkan menjadi saudagar, jadilah saudagar secara Islam; kalau kamu ditakdirkan menjadi prajurit, jadilah prajurit menurut Islam; dan kalau kamu ditakdirkan menjadi senopati, jadilah senopati secara perintah Islam. Hingga dunia diatur sesuai dengan azas-azas Islam…………………………..” Amanat Alm HOS Tjokroaminoto kepada murid murid sekolah Jogjakarta, 24 Agustus 1925

SOEKARNO, SM KARTOSOEWIRJO DAN SEMAOEN


Kisah 3 murid Tjokroaminoto: Soekarno, Semaoen, Kartosoewirjo

Kisah 3 murid Tjokroaminoto: Soekarno, Semaoen, Kartosoewirjo
Jauh sebelum memilih jalan hidupnya masing-masing, tiga tokoh pergerakan Soekarno, Semaoen, dan Kartosoewirjo pernah tinggal bersama. Mereka menjadi murid dari pemimpin Sarekat Islam Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto.

Di sebuah jalan kecil bernama Gang Paneleh VII, di tepi Sungai Kalimas, Surabaya, rumah Tjokroaminoto berada. Rumah itu bernomor 29-31.

Setelah menjadi pemimpin SI yang anggotanya 2,5 juta orang, Tjokroaminoto yang saat itu berusia 33 tahun tidak memiliki penghasilan lain, kecuali dari rumah kos yang dihuni 10 orang itu. Setiap orang membayar Rp 11. Istri Tjokro, Soeharsikin, yang mengurus keuangan mereka.

EKSEKUSI KARTOSUWIRYO


VIVAnews - Buku kumpulan foto detik-detik eksekusi Imam Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/ TII), Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, diluncurkan. Buku berisi 81 foto itu menggambarkan perjalanan Kartosoewirjo menuju tiang penembakan di Pulau Ubi, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

Sardjono Kartosoewirjo, anak ke-12 Kartosoewirjo, mengatakan, bapaknya mengajukan sejumlah permintaan terakhir kepada pemerintah sebelum eksekusi 12 September 1962 itu. "Sama seperti yang tertulis di dalam berita acara itu, ada empat permintaan Bapak," ujar Sardjono saat berbincang dengan VIVAnews, Kamis 6 September 2012.

Pertama, Kartosoewirjo meminta dipertemukan dengan keluarganya, untuk terakhir kalinya sebelum dieksekusi. Permintaan itu dikabulkan. "Karena itu standar umum hukum kita ini, jadi diperbolehkan," ujar Sardjono.

KEKUASAAN ISLAM TERAKHIR


Khalifah adalah gelar yang diberikan untuk pemimpin umat Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW (570–632). Kata "Khalifah" (خليفة Khalīfah) sendiri dapat diterjemahkan sebagai "pengganti" atau "perwakilan". 

Pada awal keberadaannya, para pemimpin Islam ini menyebut diri mereka sebagai "Khalifat Allah", yang berarti perwakilan Allah (Tuhan). Akan tetapi pada perkembangannya sebutan ini diganti menjadi "Khalifat rasul Allah" (yang berarti "pengganti Nabi Allah") yang kemudian menjadi sebutan standar untuk menggantikan "Khalifat Allah". Meskipun begitu, beberapa akademisi memilih untuk menyebut "Khalīfah" sebagai pemimpin umat Islam tersebut.

Khalifah juga sering disebut sebagai Amīr al-Mu'minīn (أمير المؤمنين) atau "pemimpin orang yang beriman", atau "pemimpin orang-orang mukmin", yang kadang-kadang disingkat menjadi "amir".
Setelah kepemimpinan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib), kekhalifahan yang dipegang berturut-turut oleh Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, dan Kesultanan Utsmaniyah, dan beberapa kekhalifahan kecil, berhasil meluaskan kekuasaannya sampai ke Spanyol, Afrika Utara, dan Mesir.

PIAGAM MADINAH


Teks Asli Piagam Madinah beserta Terjemah Per Pasal (صحيفة المدينة)

Piagam Madinah (Bahasa Arab: صحیفة المدینه, shahifatul madinah) juga dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah, ialah sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW, yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di Yasthrib (kemudian bernama Madinah) pada tahun 622. Dokumen tersebut disusun sejelas-jelasnya dengan tujuan utama untuk menghentikan pertentangan sengit antara Bani 'Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Untuk itu dokumen tersebut menetapkan sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas-komunitas piagam Madinah; sehingga membuat mereka menjadi suatu kesatuan komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut ummah. (http://id.wikipedia.org/wiki/Piagam_Madinah)

صحيفة المدينة
(Piagam Madinah)


بسم الله الرحمن الرحيم
هذا كتاب من محمد النبي صلىالله عليه وسلم بين المؤمنين والمسلمين من قريش ويثرب ومن تبعهم فلحق بهم وجاهد معهم.
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Ini adalah piagam dari Muhammad Rasulullah SAW, di kalangan mukminin dan muslimin (yang berasal dari) Quraisy  dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikuti mereka, menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka.

١. انهم امة واحدة من دون الناس.
Pasal 1

Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komunitas) manusia lain.

PIAGAM JAKARTA


Piagam Jakarta adalah hasil kompromi tentang dasar negara Indonesia yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan dan disetujui pada tanggal 22 Juni 1945 antara pihak Islam dan kaum kebangsaan (nasionalis). 

Panitia Sembilan merupakan panitia kecil yang dibentuk oleh BPUPKI.

Di dalam Piagam Jakarta terdapat lima butir yang kelak menjadi Pancasila dari lima butir, sebagai berikut:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

* Kalimat yang dicetak tebal merupakan kalimat yang diubah dalam perumusan Pancasila

 
Copyright © NEGARA ISLAM INDONESIA. Original Concept and Design by My Blogger Themes | Tested by Blogger Templates